19 June 2009

Menelusuri Pelacuran ABG di Sejumlah Kota (MEDAN)

Di Medan, ‘Onces’ Mengincar ‘Tubang’

BRONCES atau onces itu panggilan khusus untuk pelacur ABG di Medan. Di
kalangan onces pun memberikan istilah tersendiri pula untuk mangsanya.
Tubang (tua bangka) tapi tebal kocek.

Tubang yang istilah umumnya adalah “om senang” incaran para onces, di
plaza atau lantai disko. Biasanya tempat yang disenangi remaja Medan
adalah Ari King-King di Hotel Dano Toba, atau House Musik di Jl Perdana
Medan, dan masih ada beberapa tempat lainnya.

Dentuman musik yang menggema di Ari King-King Discotiq, membawa suasana
malam yang semakin dingin itu menjadi hangat. Tiga ABG di salah satu sudut
lantai disko asyik terus bergoyang, matanya terus melahap semua pengunjung
yang datang. Mereka bergaya meliuk-lukkan tubuhnya agar menjadi perhatian
tamu yang baru datang.

Masuk Ari King-King memang harus waspada bagi yang belum biasa, sebab
bisa-bisa terjebak dalam kelompok khusus pengguna ekstasi atau shabu. Yang
pasti penggemar dua jenis narkoba itu setiap masuk tempat hiburan pasti
membawa serta barang tersebut.

Pengunjung yang ingin onces biasanya menghidupkan korek api, pelayan pun
datang. Pesan minuman, sekaligus onces. Para onces yang sejak tadi terus
mengamati arah hidupnya api geretan, memberi kode pada sang pelayan. Lewat
gerak bahasa kepala, meski dalam situasi remang-remang itu si onces
mengerti yang mana yang dikehendaki. Malam itu, tiga onces sepertinya
sudah terlalu lama bergoyang namun belum ada tawaran. Mata mereka semakin
liar. Sebab malam sudah semakin larut.

Begitu menerima kode dari sang pelayan, mereka serentak memandang.
Ternyata yang tinggi semampai berjins ketat warna cokelat tua, dengan blus
ngepas putih, rambutnya tergerai sebatas pinggang, ada giwang kecil di
telinganya, yang dapat tawaran.

Ita, 17, nama onces yang cakep itu. Diajak ngobrol dia langsung akrab, dan
bercerita apa adanya. Ita tak segan mengemukakan asal mulanya dia terjun
ke dunia yang digelutinya.

Tujuan pertama karena Ita ingin senang dan ingin menikmati semuanya. Kalau
tidak, cuma bisa lihat di televisi. ‘’Ita kan kepingin mewah, beli pakaian
mahal. Ngarepin dari bokap, wah nggak bakalan, ah…. Tapi sampai sekarang
juga mereka nggak tahu kok,'’ katanya.

Ita yang mengaku masih duduk di kelas III salah satu SMU Swasta di Medan
mengaku, pertama kali di-booking seorang tubang. Selama tiga hari, Ita
dibayar Rp 1 juta. Seperti disambar geledek rasanya Ita menerima uang
sebanyak itu. Sementara selama ini untuk sekolah saja pun terus sulit
biaya.

Ayahnya juga pegawai di sebuah bar kecil kawasan Nibung Raya, Medan,
seperti kurang perhatian pada keluarga. Ita saat itu kelas II SMU, tiga
lagi adiknya menunggu. Ibunya sering sakit-sakitan. Dia pernah bertanya
kepada temannya yang hidupnya kelihatan mewah. Ternyata melakukan cara
itu.

‘’Kegadisanku dibayar Rp 1 juta. Tapi aku rela. Semuanya demi hidup.
Diam-diam aku bayar semua keperluan sekolah adik-adikku. Untuk menutupi
pekerjaan di mata orang tua, aku mencoba mengambil pakaian jadi, dan
menjualnya secara cicil, kepada tetangga dan teman-teman. Aku libatkan dua
adikku untuk mengutip cicilannya. Tak ada orang yang mencurigaiku. Sambil
menjajakan pakain, aku juga bersedia jika diajak ‘ngamar’. Sering itu
terjadi,” katanya.

Ada om membeli satu kemeja, dan sepasang kaus kaki seharga Rp 500.000,-
berikut dirinya. Atau terkadang Rp 200.000,- pun jadi. Bahkan di bawah
tarif itu juga pernah. Yang penting saku dapat uang dan senang. Jalan ke
mana saja, makan enak, tidur di temat yang luks dia jalani. “Kalau tidak
pulang alasanku, keluar kota.”

Tapi belakangan ini Ita mulai bosan dengan cara itu. Ia ingin naik kelas,
dan mulai masuk diksotek satu berganti ke diskotek lainnya di kawasan Kota
Medan. Dagangannya pun mulai dipegang adiknya.

Kalau di diskotek sebenarnya uang tidak terlalu banyak, kalau sabar memang
ada. “Tapi aku senang bisa dapat ekstasi gratis, yang penting kita mau
gabung, untuk on. Kalau sudah on kita bisa lupa yang lain, jadi duitnya
apes. Aku sih… selalu ingat, bahwa aku berbuat semua ini untuk uang.
Jadi untuk on, aku ikut kalau kepingin,” katanya.

Ita malam itu kebetulan masih menunggu temannya yang biasa memberinya
ekstasi. Sambil mengisap rokok putihnya dalam-dalam, lalu mengepulkan
asapnya ke udara. Dia bercerita tentang awal perjalanannya sampai ke dunia
bonces, yang tidak diketahui sampai kapan bisa ditinggalkannya. Ketika itu
Ita masih di kelas II dan sangat perlu uang. Tidak tahu ke mana lagi mau
diminta. Seorang teman menyuruh Ita menemui Tante May di kawasan Jl
Mandala By Pass, Medan.

Ita datang dan langsung minta kerja, May paham akan perminaan Ita. May
minta Ita berjanji tidak bakal ada tuntutan di belakang hari. May membawa
Ita ke Deli Plaza, kenalan dengan seorang tubang. Awalnya Ita ngeri
melihat orangnya, ternyata dia baik hati.

Ita selalu memberi advis baik kepada calon pembeli, seperti lebih dulu
menghidupkan korek api bila calonnya ingin merokok. Merapatkan duduk
dengan menempelkan payudara di lengan si pria. Sesekali Ita mencium leher
tepat di bawah telinga teman duduknya, atau meletakkan lengannya di paha.
Tapi ada juga pria yang cukup dengan kerdipan mata, dan tatapan manja. Ita
juga mengaku, tak semua pira gampang digoda. Satu kali Ita pernah kena
batunya, letih menggoda, pria itu tetap tegar.

“Orangnya ganteng, perlente, dan tebal kocek. Tak satu pun onces yang
berusaha merayunya berhasil, semua gagal. Akhirnya kalau pria itu ke Ari
King-King kita hanya memandang dari jauh. Tapi pria itu juga mau
memberikan kita uang, karena sudah menemaninya. Lumayan juga, untuk ongkos
taksi,” katanya

Ita mengaku, tujuannya memang uang dan kemewahan, tapi tetap ingin
sekolah. Minimal tamat SMU, buat bekal, suatu ketika sudah tak berada di
dunia onces lagi.

Ita sudah pernah aborsi. Tapi hamilnya baru satu bulan, biayanya waktu itu
Rp 1,5 juta. Istirahat dua minggu, lalu bekerja lagi. Tapi Ita tetap
sekolah, hanya tiga hari permisi, alasan sakit. Kepada orang tuanya, Ita
beralasan mens datangnya tersendat, jadi terlalu sakit. Ibunya malah
membuatkan jamu agar haidnya lancar.

“Itu adalah pengalaman yang tidak bisa saya lupakan. Untuk menjaga agar
tidak hamil saya lakukan dengan suntikan. Sampai sekarang masih aman,”
katanya.

Perasaan Takut Memang Selalu Ada

CICI, 15 tahun, seorang pelajar SLTP swasta kelas III yang kost di kawasan
Jl Gatot Subroto, Medan, awalnya terjun ke dunia pelacuran karena
kehabisan uang, sementara kiriman dari orang tuanya di Tanah Karo sudah
habis untuk berfoya-foya.

Untuk menghilangkan suntuk, suatu hari Cici nongkrong di Olympia Plaza,
Medan. Tak sadar ada seseorang berdiri di sisi Cici ketika ia sedang asyik
melihat-lihat satu blus bagus dan mahal. ‘’Cantik ya… mau?'’ kata orang
itu, Cici senyum. Pria itu menyuruh Cici mengambilnya, sambil membujuk.
Cici pun mengambil pakaian itu. Lalu berkenalan dan mereka makan.

Setelah itu Cici di bawa ke kota dingin, Brastagi. Satu malam Cici bersama
pria perlente dan ganteng itu. Setelah malam pertama Cici menangis karena
takut hamil dan rasa sakit ketika pipis. Dia membujuk sambil memberi Cici
uang, untuk membeli obat antihamil dan krem olesan supaya tidak perih.
Jumlahnya, lumayan Rp 300.000. Kesulitan Cici pun teratasi.

Perasaan takut memang selalu ada, tapi karena ‘lukanya’ sudah sembuh, Cici
jadi ketagihan. Terus sering mangkal di plaza itu, berganti-ganti pasangan
siapa saja yang mengajak. Sejak itu Cici tidak peduli lagi, kapan pun
kiriman orang tuanya datang.

Kalau tidak di plaza, Cici mangkal di Copa Cobana. Di tempat itu Cici
tidak perlu jauh-jauh kalau ada yang minta, sebab sudah tersedia kamar
berikut segala makanan yang ingin dipesan. Dengan musiknya juga enak di
tempat itu.

Di Copa, memang onces-nya hampir seluruhnya sebaya Cici. Di tempat ini tak
semua bisa diajak ngamar. Ada yang hanya untuk peci-peci saja. Artinya
sebatas peluk cium. Umumnya tamu yang datang ke Copa Tubang yang sudah
pantas dipanggil eyang oleh onces. Banyak yang berbadan gemuk, minta
diladeni semuanya. Kata Tia, teman Cici yang spesialis peci.

Tia memang perlu penampilan dan gaya, meskipun orang tuanya tergolong
menengah. Tapi karena Tia ingin yang lebih, lalu mencari jalan sendiri.
Tia mengaku sudah tiga bulan di Copa, dan bisa mejeng, dan bisa beli apa
saja. Kalau omnya baik, uang tipnya lumayan, Rp 50.000 sampai Rp 100.000.
Kalau ada yang mengajak, Tia selalu berterus terang, masih ingin sekolah,
dan selalu mengingatkan si om akan anaknya yang sebaya dengannya. Karena
Tia ingin cari biaya seolah. Biasanya om itu kasihan melihat Tia.

Tia penampilannya selalu dengan rok mini, dengan pakaian dalam di lapisan
celana short ketat yang sulit dibuka. Dan tidak bisa di-obok-obok. Tapi
untuk pinggang ke atas, memang Tia mempersilakannya. Tia merasa senang,
pulang sekolah ke Copa, banyak teman. Orang tua mengiranya tetap les
bahasa Inggris. “Memang saya tetap hapal, bila ditanya ayah, tetap bisa
menjawab,” katanya.

Jadwal les yang lima kali seminggu, paling satu atau dua kali diikuti.
Kadang dalam seminggu sama sekali tidak masuk, tergantung selera. Tapi ke
Copa, Tia jarang berseragam sekolah karena pernah dilarang, dulu temannya
pernah kena razia dengan seragam itu.

Cici dan Tia memang berteman setelah kenal di Copa. Cici kost bersama 12
orang di satu rumah. Ibu kostnya tidak pernah curiga karena sebelumnya
Cici memang sering ke luar rumah untuk les, atau kerja kelompok. Karena
teman kelompoknya juga sering ke tempat Cici dan ada yang bermalam. Tapi
teman-temannya ada yang mulai usil melihat penampilan Cici yang
terus-menerus ganti baju mahal. Untuk menyumbat mulut rekannya, Cici tak
segan meminjamkan baju, sepatu, tas atau sandal, bagi teman kostnya yang
ingin gaya. Ada juga yang tahu kalau Cici anak orang kaya di kampungnya.

Pengalaman Yuni, 16 kelas II SMU swasta dan kelompoknya yang berlima lain
lagi. Mereka mangkal di kafe tenda depan Stadion Teladan Medan. dari
tempat itu mereka biasa dijemput mobil. Dan kalau Yuni dan rekan belum
tiba, pemilik kafe yang masih bujangan itu selalu memberi penjelasan
kepada si penjemput. Ataupun meneelpon Yuni lewat telepon umum. Yuni dan
rekan tampil masih dalam seragam sekolah.

Mereka biasa ganti pakaian di toko atau plaza, setlah dibelikan si om,
atau ada juga pria-pria muda. Tapi mereka lebih senang dengan om karena
duitnya diobral, “kita bebas mau makan apa saja,” katanya.

Yuni selalu mengenakan tas besar, baju dan sepatu masuk di dalamnya.
Sebelum pukul 19.00, Yuni sudah harus pulang. Karena jam itu adalah
waktunya pulang les. Yuni selalu berganti baju di mobil. Dan menyimpan
pakaian barunya ke dalam tasnya. Bila orang tua bertanya, asal baju
tersebut Yuni menjawab ringan, ‘’Beli di Monza, hanya Rp 5.000 pakai uang
jajan.”

Di Medan memang dikenal, Monza (Mongonsidi Plaza), tempat berdagang
pakaian bekas impor. Di sini banyak pakaian berkualitas tinggi kalau rajin
memilih harganya murah, karena bekas. Yuni selalu membuat pakaian baru itu
lecek, (kumal) dan menyimpan mereknya. Bila sudah dicuci dua atau tiga
kali, dipasang kembali. Tak da yang tahu, kalau yang tahu kalau Yuni sudah
punya gaun mahal.

Uang bagi Yuni nomor dua, yang penting punya barang-barang mahal, minimal
buat koleksi.

Sementara Rose, 19, mahasiswi salah satu PTS di Medan lain lagi ceritanya,
keluarganya cukup terpandang dalam bidang ekonomi, tapi Rose suka pesta
seks dengan sabu-sabunya. Sekarang Rose lagi istirahat karena sakit. Ia
mengaku kena sakit kelamin dan kecanduan narkoba. Rose dengan kelompoknya
sering ke Fire Diskotek Thamrin Plaza, kalau mau, mereka cari hotel mewah.
Sampai delapan orang satu kamar. Setelah masing-masing puas, mereka pulang
esok paginya.

Uang, mobil, pakaian, bagi Rose tidak masalah, tapi Rose ingin bebas,
mencari kenikmatan tanpa ikatan. Hampir semua hotel berbintang, sudah
dijelajahi Rose dan kelompoknya delapan orang. Mobil mereka dari mulai
Daihatsu Rocky, sampai Suzuki Vitara, dan Mercy.

Tapi mereka gandrung ekstasi. Yang dicari Rose gadis berkulit kuning
langsat dengan rambut dicat pirang sebatas pinggang itu, semata hanya
kepuasan dan kebebasan.

Tempat mangkalnya di mana saja yang mereka senangi, sering juga di kafe
tenda, sebab semua mereka menggunakan HP dan pager, mudah dihubungi.
Mereka kelompok kelas tinggi.

Kalau Rose naksir cowok teman sekampusnya, kelompok ini berupaya
menjebaknya agar ikut bersama mereka. Biasanya Rose dibantu rekan-rekannya
dan sering kali berhasil. Biasanya kalau ingin tukar pasangan selalu
sama-sama. Bagi pasangan baru, tidak akan bisa lepas sebelum mereka
betul-betul puas.

2 comments:

budi anduk said...

mas minta nomor hp nya donk

Jasa Pembuatan Ijazah said...

ANDA BUTUH IJAZAH UNTUK MENCARI KERJA - MELANJUTKAN KULIAH - KENAIKAN JABATAN ?!?!
KAMI JASA PEMBUATAN IJAZAH SIAP MEMBANTU ANDA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN IJAZAH UNTUK BEKERJA ATAU MELANJUTKAN SEKOLAH / KULIAH.
BERIKUT INI MERUPAKAN JASA YANG KAMI SEDIAKAN :

- SMU:4.000.000
- D3 :6.000.000
- S1 :8.000.000

* AMAN, LEGAL, TERDAFTAR DI UNIVERSITAS / KOPERTIS / DIKTI, BISA UNTUK MASUK(PNS, TNI, POLRI,BUMN, SWASTA).

JUGA MELAYANI PEMBUATAN SURAT SURAT PENTING SEPERTI:SIM, STNK, KTP, REKENING BANK, SURAT TANAH, AKTE KELAHIRAN.BPKB, N1, SURAT NIKAH, DLL.

SYARAT:KTP/SIM,FOTO BERWARNA DAN HITAM PUTIH,UNIVERSITAS YANG DITUJU,IPK YANG DIMINTA(MAX 3,50),TAHUN KELULUSAN YANG DIMINTA,ALAMAT PENGIRIMAN YANG DIMINTA.
KIRIM KE : 085736927001.ku@gmail.com
HUB : +6285736927001

(HANYA UNTUK YANG SERIUS SAJA)

Nb:Semua manusia berhak meiliki pekerjaan dan pendidikan yang layak,entah dari kalangan atas,menengah dan bawah.Maka dari itu kami ada untuk anda yang mebutuhkan ijazah atau surat-surat penting lainnya