19 June 2009

Menelusuri Pelacuran ABG di Sejumlah Kota (BANDUNG)

‘Kang, Bagaimana kalau Kita ke Atas’

MASIH mengenakan pakaian seragam sekolah putih abu-abu, Lusi berdiri di
dekat lampu pengatur lalu lintas di Jl Asia Afrika, Bandung. Ia akan
segera mendekat bila ada di antara antrean mobil yang membunyikan klakson
atau memberi isyarat dengan lampu.

Seperti sudah biasa, ia menarik pembuka pintu dan duduk di samping
pengemudi, “Mau diajak ke mana, Kang,” katanya. Itu adalah kalimat pembuka
setiap dia masuk ke dalam mobil. Tanpa menunggu jawaban, ia akan
menyambung, “Ke plaza dulu ya.”

Di salah satu pusat pertokoan yang berada di alun-alun, Lusi langsung
menyelinap ke counter pakaian wanita. Ia mengambil sebuah T-shirt. Setelah
itu, dia mengatakan, “Bagaimana kalau kita ke atas.” Maksudnya ia mengajak
ke daerah Lembang.

Lusi menceritakan, ia sudah biasa berkencan di Lembang, “Di sana banyak
hotel. Lagi pula lebih aman, nggak ada yang lihat,” katanya. Ia menyebut
sejumlah hotel di Lembang. Antara lain Gumilang Sari, Panorama, Putri
Gunung, Telaga Sari, Pondok Kahuripan, Lebak Gunung, dan Juvante.

Lusi seperti sudah terbiasa ke sejumlah hotel itu. Dia bercerita, kalau
tamu dari luar kota, biasanya membawanya ke sebuah hotel yang lokasinya
agak tersembunyi di kaki gunung, “Tapi pukul 10 malam, saya sudah minta
diantar pulang,” katanya.

Di hotel mana pun dia berkencan, tidak pernah menginap karena takut
dicurigai orang tuanya. Bila terlambat pulang, ia selalu beralasan pergi
main ke rumah temannya. Dan orang tuanya percaya.

Lusi, siswa sebuah SLTA cukup ternama di Kota Bandung itu, mengaku tidak
setiap hari mencari ‘mangsa’. “Kalau lagi iseng saja,” katanya. Dia
memasang tarif Rp 200 ribu untuk sekali kencan.

Lain lagi cerita Yanti. Mahasiswa semester pertama sebuah perguruan tinggi
swasta di Bandung. Ia biasa berkeliaran di Cihampelas, “Sambil jalan-jalan
lihat pakaian, biasanya ada yang ngajak,” kata gadis hitam manis itu.

Ia sebetulnya ada dalam ‘jaringan’ wanita terorganisasi di Bandung. Bila
ada yang membutuhkan, dia biasa dihubungi oleh teman prianya yang
mempunyai hubungan dengan karyawan sebuah hotel, “Saya biasa menemani tamu
hotel yang rapat,” katanya.

Gadis asal Tasikmalaya itu, biasanya di-booking ke hotel terkenal di
Lembang, “Melayani para bos,” katanya. Yanti memasang tarif juga Rp 200
ribu. Tapi bila melayani orang rapat, sering kali mendapat tips yang cukup
besar.

Yanti terjun ke dunia prostitusi ketika masih kelas dua SLTA di Bandung.
Ia tergoda oleh ajakan teman-temannya, “Mereka sering memperlihatkan uang
bergupel-gumpel. Pakaiannya juga bagus-bagus,” katanya.

Pertama kali Yanti ikut ‘mejeng’ bersama temannya di sekitar alun-alun.
Ketika itu dia memperhatikan betul gaya temannya memancing perhatian pria.
Dia pun mencoba-coba dan tergaet seorang pria dari Jakarta yang usianya
sekitar 35 tahun.

“Itu pertama kali saya dibawa ke hotel. Rasanya takut juga sih. Tapi
karena pria itu ganteng, saya jadi suka,” katanya. Saat itu ia memang
sudah tidak perawan lagi, karena sudah berkali-kali berhubungan dengan
pacarnya.

Dengan pria yang pertama kali membawanya ke hotel itu, ia sempat menjalin
asmara selama beberapa bulan. Setiap pria tersebut datang ke Bandung,
selalu mengontak Yanti untuk menemaninya. Tapi lama-lama ia jarang muncul
bahkan tidak pernah muncul sama sekali, “Sudah tidak pernah lagi jumpa
dia,” ujarnya.

Yanti tidak sendiri mencari ‘mangsa’ di Cihampelas. Di pasar jins terkenal
di Bandung itu, menurut Yanti terdapat sejumlah ABG yang pura-pura
belanja. Ciri-cirinya tidak terlalu sulit dikenali, biasanya mereka keluar
masuk toko tanpa membeli apa pun, dan suka berlama-lama melihat pakaian
bila ada pria yang diincar.

Para ABG di Cihampelas itu, oleh tamu biasanya dibawa ke hotel yang
membuka short time, seperti Pondok Kahuripan, Lebak Gunung, dan Juvante.
Juga sejumlah penginapan yang berada sepanjang Jl Pasir Kaliki sampai
Lembang.

Di Bandung ada juga gadis ABG yang berkeliaran di diskotek. Mereka bisa
dijumpai pasang aksi di Jl Braga. Kepada pria yang mendekatinya, langsung
diajak ke diskotek.

“Sebutir dua butir juga jadi,” kata Rina. Maksudnya ia bersedia diajak
melakukan apa pun bila diberikan ekstasi.

Bila diberikan pil yang satu itu, pelajar kelas tiga SLTA itu, tidak
pernah memilih-milih pria yang mengajaknya berkencan, “Tempat chek in
banyak di sini,” katanya.

Di tempat-tempat terbuka alias umum, tanpa rasa canggung dan malu, biasa
dijumpai wanita yang ‘menjajakan’ diri.

“Hai, mau ke mana? Mau ngamar nggak?” begitu pertanyaan yang meluncur dari
mulut-mulut bergincu merah bak tanpa perasaan berdosa. Pelacur yang
bergaya vulgar macam begitu bisa ditemui di Alun-alun Bandung dan
sekitarnya, meliputi Jalan Asia Afrika, Dewi Sartika, Dalem Kaum,
Sudirman, Otto Iskandinata, Banceuy, dan ABC.

Tak sedikit di antara mereka yang tergolong ABG alias anak baru gede.
Hanya saja kawasan pusat kota ini lebih banyak ‘dikuasai’ perempuan dewasa
yang juga mengaku ABG. “Cari ABG? ABG yang mana? Atas Bawah Gondrong?”
kata wanita yang mengaku bernama Ani diiringi cekikikan.

Di Bandung, trennya memang para ABG ‘asli’ lebih banyak mejeng di
pusat-pusat perbelanjaan seperti Bandung Indah Plaza (BIP) di Jalan
Merdeka, dekat Balai Kota. Atau di Jalan Juanda atau Dago, terutama di
sekitar pasar swalayan Superindo dan Plaza Dago.

Sedangkan yang tergolong masih dekat dengan Alun-alun Bandung, para ABG
banyak bergerombol di King Shopping Center Jalan Kepatihan dan Diskotek LA
di Jalan Asia Afrika.

Sudah menjadi rahasia umum kalau para ABG itu ‘bisa dipakai’ siapa saja.
Berbeda dengan para senior mereka, para ABG ini kebanyakan tidak
menawarkan diri dan menolak cara-cara vulgar. Bahkan umumnya langsung
menolak kalau diajak secara langsung untuk transaksi seks.

“Sorry, kita bukan perempuan begituan,” begitulah jawabannya kalau ada
pria yang, menurut ukuran mereka, nggak tahu ’sopan santun’.

‘Jalan-jalan, ‘Beliin’ Baju, Oke’

MEREKA sangat membenci pria yang tidak mengenal sopan santun. Seperti yang
dituturkan Yuni, yang mengaku masih sekolah di SLTP, “Sebel deh sama cowok
kayak gitu. Padahal kalau dia bisa baik-baikin kita, kalau udah waktunya,
ntar juga dikasih.”

Memang para ABG Bandung umumnya tidak mau disebut pelacur. “Kan kita nggak
dibayar dan kalaupun saya mau ngelakuin begituan, kan bukan karena
bayarannya tetapi memang karena saya suka,” jelas Yuni yang mengungkapkan
dirinya dan umumnya teman-teman nongkrongnya, berasal dari keluarga yang
kurang harmonis.

“Kalau dia ngajak kita jalan-jalan, lalu jajan, lalu beliin baju, atau
ngasih hadiah apa gitu, ya oke. Itu kan karena dia mampu,” tegas Yuni.
“Nggak pake begituan juga, kalau saya suka, dia nunjukin perhatian,
orangnya enakan, saya kasih juga.”

Para ABG yang biasa hidup dalam pergaulan bebas tanpa batas ini umumnya
merasa kesepian karena kurang perhatian keluarga. Umumnya juga bukan dari
keluarga dengan latar belakang ekonomi pas-pasan. “Mami sama Papi pada
sibuk semua,” kata remaja sebuah SMU yang mengaku bernama Lia. “Kita sih
nggak mau banyak mikir. Pokoknya kalau masih bisa hidup senang-senang
begini, ya kita lakuin,” katanya soal ‘pelariannya’ ini.

Meskipun umumnya tidak mau disebut pelacur karena mengaku tidak pernah
pasang tarif, tetapi pada prakteknya banyak lelaki hidung belang yang kena
batunya. Paling tidak itulah pengakuan Iis, mengaku siswi SMU BPI, ketika
menceritakan pernah ngerjain om-om yang mendekati dirinya.

“Sesudah dapat traktiran makan dan minum, Iis mengajak dia masuk ke Yogya
(Departement store BIP). Dia mau saja dan membayar setelan baju yang
lumayan mahal. Kira-kira bajunya ama bawahan (rok) aja, Rp 300 ribu,”
jelas Iis. Dan Iis tentu saja pada malam Minggu itu harus mau melayani
hasrat om itu di hotel sampai pagi. “Mama Papa nggak tahu kalau Iis udah
biasa hubungan suami istri. Dan kalau kita pulang pagi, Mama Papa pikir
kita cuma ke disko aja,” kata Iis.

Bayaran Rp 300 ribu itu buat Iis memang bukan harga mati. Karena menurut
dia pernah juga ada yang ‘kebagian jatah’ meskipun cuma mentraktir makan
dan minum saja. “Pernah habis tripping, terus pas mau pulang pukul dua
pagi, pas nunggu taksi disamperin cowok. Katanya, mau bareng nggak? Ya mau
aja,” kisah Iis.

“Lantas dia mengajak makan. Habis itu dia bilang cari hotel yuk. Berhubung
saya juga lagi kepengen, ya udah jadi saja,” kata Iis yang mengaku tidak
pernah minta bayaran. “Cowok itu nggak bayar saya, cuma nganterin pulang
pakai taksi,” lanjutnya.

Buat Iis dan beberapa temannya, ‘aturan main’ yang seperti itu menunjukkan
komitmen mereka untuk benar-benar tidak mau disebut pelacur. Meskipun
sudah berusaha menunjukkan perbedaan dan posisi sekuat itu tetap saja
masyarakat dan termasuk juga para ‘pemakai jasa’ mereka menganggap para
ABG itu sebagai perempuan sewaan alias pelacur. Bahkan boleh dibilang
pelacur gres dengan tarif murah.

Di kalangan lelaki hidung belang umumnya tersebar cerita bahwa dengan cuma
punya uang Rp 30 ribu rupiah di kantong, para pria iseng bisa menikmati
layanan seks kelas satu yang ‘dingin-dingin empuk’. Dan mengenai murahnya
tarif pelacur ABG itu diakui juga oleh Dian yang ditemui saat mejeng di
Jalan Juanda.

“Gampang, kok Mas, asal bisa ngajak ngobrol mereka, ya sambil nraktir
dong, kalau Mas mau mereka juga mau kok,” kata Dian menunjuk ke arah
teman-teman seusianya yang tengah bercengkerama di depan Swalayan
Superindo. “Yang penting, sama-sama suka,” tegasnya.

Berdasarkan cerita Dian, para lelaki hidung belang paling-paling harus
menambah biaya sewa kamar hotel kelas melati. Hotel-hotel di kawasan Jalan
Setiabudi dan Jalan Raya Lembang umumnya diketahui memberikan layanan atau
tarif khusus kepada pasangan bukan suami istri ini. Misalnya, Hotel Giri
Elok dan Gumilang Sari.

“Kalau di Jalan Dago, kita bisa pakai Hotel Buah Dua,” jelas Dian yang
tahun ini baru lulus SMU. Menurut Dian, tarif short time hotel-hotel itu
umumnya sekitar Rp 35.000.

Dian juga mengatakan umumnya para ABG ini senang dengan pria yang bergaya
dan mudah bergaul. “Makanya kalau mau ketaksir sama mereka, pakaian, gaya
rambut, parfum, ya harus trendi, kayak mereka gitu,” jelas Dian yang
mengaku mulai kenal gaya hidup seks bebas itu sejak masuk di kelas I SMU,
dua tahun silam.

Cerita Dian soal ‘tradisi’ ABG ‘bebas’ ini tak sepenuhnya benar. Paling
tidak ada kontroversi dengan pengakuan Nola, murid sebuah SMU di Dago.
“Saya cuma mau kencan sama pria yang keren dan berselera tinggi,” katanya.

Serupa dengan Dian, Nola memang tak mempermasalahkan tarif kencan, bahkan
bisa gratis. “Yang penting mau nraktir di restoran yang kelasnya oke,
terus mau beliin baju dan yang pasti punya mobil yang asyik buat
jalan-jalan,” kata Nola yang ceplas-ceplos ini.

Lantas Nola mengakui bahwa untuk menyenangkan dirinya itu tidak jarang
seorang lelaki harus mengeluarkan dari koceknya Rp 300 ribu - Rp 500 ribu.
“Heran juga, kok mereka nggak keberatan, padahal kalau mau murah juga
banyak,” kata Nola yang semampai dengan kulit putih mulus ini.

Para ABG yang dapat ‘dipakai’ ini umumnya mudah dikenali dengan dandanan
mereka yang ngetrend dengan baju pendek sehingga kelihatan pinggang dan
pusarnya, atau menggunakan rok mini yang modis. Meskipun sama-sama seksi,
biasanya sangat berbeda dengan pelacur senior dari cara merias wajah.

Para ABG biasanya tidak tampil terlalu menor atau make up kelewatan tebal.
Mereka masih dengan gaya muda ceria. Selain itu para ABG lebih pintar
memantas-mantas diri sesuai dengan mode yang lagi in.

Perbedaan lainnya, mereka pun tidak pernah menawar-nawarkan diri, entah
karena memiliki kepercayaan diri yang tinggi alias pe-de, karena umumnya
memang cantik alamiah, atau karena memang itu ‘kiat’ pemasarannya. Yang
pasti, para ABG ini biasa bergerombol dan asyik dengan dunia mereka
sendiri, sampai ada yang mengajak berkenalan dan berkencan. Saat itulah
mereka menjadi sama dengan umumnya wanita bayaran.

Meskipun tarif mereka sering lebih murah, para ABG ‘pemuas nafsu’ ini
lebih nyaman berpraktek ketimbang para senior yang lebih ‘profesional’.
Para ABG hampir tidak pernah dirazia polisi. Mungkin karena mereka tampak
seperti anak-anak kemarin sore yang terkesan masih ceria bermain di pusat
keramaian Kota Kembang.

2 comments:

Anonymous said...

temen saya Vivi dia kuliah di UNIKOM bandung jurusan akuntansi komputer lagi butuh uang buat beli kebutuhan.
dia melayani sort time maupun long time.
nomor telponnya 081333007326

Jasa Pembuatan Ijazah said...

ANDA BUTUH IJAZAH UNTUK MENCARI KERJA - MELANJUTKAN KULIAH - KENAIKAN JABATAN ?!?!
KAMI JASA PEMBUATAN IJAZAH SIAP MEMBANTU ANDA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN IJAZAH UNTUK BEKERJA ATAU MELANJUTKAN SEKOLAH / KULIAH.
BERIKUT INI MERUPAKAN JASA YANG KAMI SEDIAKAN :

- SMU:4.000.000
- D3 :6.000.000
- S1 :8.000.000

* AMAN, LEGAL, TERDAFTAR DI UNIVERSITAS / KOPERTIS / DIKTI, BISA UNTUK MASUK(PNS, TNI, POLRI,BUMN, SWASTA).

JUGA MELAYANI PEMBUATAN SURAT SURAT PENTING SEPERTI:SIM, STNK, KTP, REKENING BANK, SURAT TANAH, AKTE KELAHIRAN.BPKB, N1, SURAT NIKAH, DLL.

SYARAT:KTP/SIM,FOTO BERWARNA DAN HITAM PUTIH,UNIVERSITAS YANG DITUJU,IPK YANG DIMINTA(MAX 3,50),TAHUN KELULUSAN YANG DIMINTA,ALAMAT PENGIRIMAN YANG DIMINTA.
KIRIM KE : 085736927001.ku@gmail.com
HUB : +6285736927001

(HANYA UNTUK YANG SERIUS SAJA)

Nb:Semua manusia berhak meiliki pekerjaan dan pendidikan yang layak,entah dari kalangan atas,menengah dan bawah.Maka dari itu kami ada untuk anda yang mebutuhkan ijazah atau surat-surat penting lainnya