Jakarta - Dunia hiburan yang begitu gemerlap di Jakarta, bahkan denyut nadinya nonstop selama 24 jam membuat banyak peluang bagi sejumlah orang untuk mencari nafkah.
Tidak heran bila hampir semua tempat hiburan di Jakarta sudah seperti gula dirubung semut. Tidak saja untuk para karyawannya di tempat hiburan itu, tetapi juga bagi warga di sekitar lokasi tempat dugem itu.
Dengan ramainya para clubbers yang datang, roda ekonomi pun bergerak, mulai dari tukang parkir, penjual minuman pinggir jalan, penjual makanan kaki lima, dan para pengemis jalanan akan mendapatkan rezeki guna menghidupi keluarganya.
Biaya pendidikan yang membumbung tinggi dan harga susu yang tak terbeli, membuat sejumlah tempat hiburan di Jakarta menjadi satu-satunya harapan untuk memperoleh rezeki memenuhi kebutuhan anak sekolah, membeli susu bagi yang punya bayi, dan kebutuhan lainnnya, seperti membeli beras, lauk pauk, dan membayar kontrak rumah.
Salah satu profesi yang amat menggantungkan hidupnya pada dunia hiburan malam ini adalah para perempuan pekerja malam. Mereka hidup tak ubahnya seperti kelalawar, siang untuk tidur, malam hingga pagi mereka bekerja.
Seperti yang terjadi di sebuah diskotek di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta. Puluhan perempuan muda dengan dengan dandanan menor, dan pakaian yang ketat terlihat seksi hilir-mudik di lantai empat diskotek yang tidak pernah sepi dari para clubbers itu.
Mereka saling berlomba memikat tamu yang datang agar mau ditemani berajojing atau tripping bareng. Bahkan sejumlah perempuan ini juga banyak menawarkan diri untuk bisa diajak kencan short time.
Sebagian besar mereka berasal dari kota-kota di Jawa Barat, seperti Indramayu, Cirebon, Tasikmalaya, Bandung, Ciamis. Bahkan ada juga yang berasal dari Sumatra dan Kalimantan.
Di antara ingar-bingarnya house music dan remang-remangnya ruang diskotek, para perempuan ini harus bersaing ketat mendapatkan tamu. Cara apa saja dilakukan, termasuk menenggak pil ekstasi atau ineks agar tamu juga ikut senang ditemani.
"Walaupun saya besoknya nggak bisa tidur dan gak bisa makan karena pengaruh pil itu, saya harus tetap neken, karena tuntutan pekerjaan," ujar Lisa, seorang pekerja malam yang saya temui di lantai empat diskotek di Jl Hayam Wuruk, Jakarta Barat.
Perempuan berusia 18 ini mengaku baru tiga bulan tinggal di Jakarta.
"Kalau pakai Inex, nggak enak basiannya, Mas. Mata melotot melulu, susah makan, badan lemes, sengsara deh. Tapi kalau tamunya nawarin, kita terpaksa harus mau," kata Lisa yang kos di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta Barat itu.
Perempuan asal Indramayu itu bersama dua temannya datang ke Jakarta untuk mengadu nasib, karena susah mencari pekerjaan di daerahnya.
Ketika sampai di Jakarta, dia dan dua temannya mendapat tawaran bekerja sebagai hostes di diskotek ini, menemani tamu tripping dan kencan short time. "Yah, daripada jadi pengemis, tawaran pekerjaan itu saya terima," ungkap Lisa.
Meski mengaku sebagai anak bandel, Lisa tetap mengirim uang Rp1 juta kepada orang tuanya di Indramayu.
"Ayah dan ibu saya di Indramayu sudah tua dan tidak bekerja lagi. Jadi satu-satunya harapan untuk mendapat uang ya dari saya ini," papar Lisa lagi.
Menurut Lisa, kedua orang tuanya, tidak tahu kalau ia bekerja sebagai hostes di diskotek, tetapi kerja di salon di Jakarta.
Setiap bulan Lisa mendapat bayaran Rp3 juta dari pengelola diskotek. Namun, penghasilan paling besar tentu saja adalah dari tip yang diperoleh dari tamu yang ia temani.
Bagi Lisa, tiada hari libur untuk bekerja. Setiap hari ia datang ke diskotek itu pukul 21.00 sampai pukul 09.00 pagi.
"Di sini tamu banyak datang pada Rabu malam, Jumat malam dan Sabtu malam. Pada malam ramai itu saya bisa menemani atau kencan dengan 6-8 tamu," katanya.
"Saya hanya lulusan SMA di daerah, paling-paling kalau jadi pramuniaga, gaji saya cuma satu juta, mana bisa untuk hidup di Jakarta dan bantu orang tua di kampung," tutur Lisa lagi.
Dunia hiburan malam ini banyak memberinya uang, karena itu ia meminta jangan sering-sering ada razia, karena yang susah juga orang kecil.
"Waktu musim razia, diskotek sepi, saya nggak dapat tamu, nggak bisa kirim uang ke orang tua, dan gak bisa makan," kata Lisa dengan nada lirih.
Shinta, 20, pekerja malam lainnya mengaku hanya dari dunia hiburan inilah ia bisa menyekolahkan dua adiknya yang masih duduk di bangku SMP dan SMA.
"Saya sih bercita-cita menyekolahkan adik saya sampai sarjana. Biarlah saya yang berkorban, yang penting masa depan dua adik saya bisa lebih baik," tuturnya.
Shinta yang tinggal di mess di Mangga Besar ini terjerat dengan kemiskinan keluarganya. Makanya kerja apapun seperti melayani lelaki hidung belang harus ia lakoni agar asap dapur keluarga bisa terus mengebul.
No comments:
Post a Comment